Biografi Abu Rayhan al-Biruni

Dengan tekad mendedikasikan dirinya pada ilmu pengetahuan, Al-Biruni melakukan penelitian terhadap semua jenis ilmu yang ada. Karenanya, banyak ahli sejarah yang menganggap ia sebagai ilmuwan terbesar sepanjang masa. Selain itu, setiap terjun kemasyarakat dan melakukan penelitian, al-Biruni sangat mudah menyatu dengan lingkungan. Ia pun dikenal sebagai sosok yang penuh toleransi.


Abu Raihan al-Biruni: Mahaguru Muslim Abad Pertengahan



Namanya Abu Raihan al-Biruni. Orang-orang mengenalnya dengan al-Biruni. Seorang ilmuwan Muslim besar pada abad pertengahan yang memberikan sumbangsih agung terhadap sejarah peradaban Islam. Sebutan al-Biruni pada namanya berarti asing. Hal ini karena dirinya menempati kawasan yang dihuni oleh orang-orang asing, tepatnya di pinggiran kota Khawarizmi, Turkmenistan.

Al-Biruni lahir pada tanggal 5 September 973 M/362 H di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Ia merupakan seorang matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru. Ia juga seorang ilmuwan yang menyatakan bahwa bumi itu bulat.

Sejak kecil, al-Biruni dikenal sebagai seorang yang mencintai ilmu dan taat beragama. Seluruh hidupnya ia habiskan untuk belajar dan berkarya. Semasa muda dia menimba ilmu matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur. Ia juga berguru kepada ibnu Ali ibnu Iraqi, Syekh Abdusshamad bin Abdusshamad, dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Berbagai ilmu yang diajarkan kepadanya, adalah ilmu pasti, Astronomi dan ilmu Kedokteran.

Saat berusia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, Imuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.

Dengan bermodalkan penguasaannya terhadap Bahasa Arab, Yunani, Ibrani dan Sansekerta, al-Biruni mampu menyerap berbagai ilmu pengetahuan langsung dari sumber aslinya. Hasilnya berbagai karya di bidang Matematika, Fisika, Astronomi, Kedokteran, Metafisika, Sastra, Ilmu Bumi, dan Sejarah pun menambah khazanah ilmu pengetahuan. Bahkan ia juga berhasil menemukan fenomena rotasi bumi dan bumi mengelilingi matahari setiap harinya.

Dengan tekad mendedikasikan dirinya pada ilmu pengetahuan, Al-Biruni melakukan penelitian terhadap semua jenis ilmu yang ada. Karenanya, banyak ahli sejarah yang menganggap ia sebagai ilmuwan terbesar sepanjang masa. Selain itu, setiap terjun kemasyarakat dan melakukan penelitian, al-Biruni sangat mudah menyatu dengan lingkungan. Ia pun dikenal sebagai sosok yang penuh toleransi.

Dalam mencari ilmu, ia tidak hanya puas berada di satu wilayah. Ia banyak melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Asia Tengah dan Persia bagian utara. Bahkan selama dalam perjalanannya melanglang buana itu, Al-Birun pernah berada dalam satu himpunan sarjana Muslim lainnya seperti Ibnu Sina di Kurkang, Khawarizm. Setelah berpisah Al-Biruni dan Ibnu Sina tetap menjalin hubungan. Mereka terus mengadakan diskusi atau bertukar pikiran mengenai berbagai gejala alam.

Karya-Karyanya

Selama perjalanan hidupnya sampai dengan tahun 1048, Al-Biruni banyak menghasilkan karya tulis, tetapi hanya sekitar 200 buku yang dapat diketahui. Diantaranya adalah Tarikh Al-Hindi (sejarah India) sebagai karya pertama dan terbaik yang pernah ditulis sarjana Muslim tentang India.

Kemudian buku Tafhim li awal Al-Sina’atu Al-Tanjim, yang mengupas tentang ilmu Geometri, Aritmatika dan Astrologi. Sedangkan khusus Astronomi Al-Biruni menulis buku Al-Qanon al-Mas’udi fi al-Hai’ah wa al-Nujum (teori tentang perbintangan).

Di samping itu, ia juga menulis tentang pengetahuan umum lainnya seperti buku Al-Jamahir fi Ma’rifati al-Juwahir (ilmu pertambangan), As-Syadala fi al-Thib (farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al-Maqallid Ilm Al-Hai’ah (tentang perbintangan) serta kitab Al-Kusuf wa Al-Hunud (kitab tentang pandangan orang India mengenai peristiwa gerhana bulan).

Itu hanya sebagian kecil dari buku-buku karya Al-Biruni yang beredar. Selain itu masih banyak buku lainnya yang dapat dijadikan rujukan. Namun sangat disayangkan, tidak seperti Ibnu Sina, yang pemikirannya telah merambah Eropa. Karya-karya besar Al-Biruni tidak begitu berpengaruh di wilayah barat, karena buku-bukunya baru di terjemahkan ke bahasa-bahasa barat baru pada abad ke-20.

Penghargaan

Segudang prestasi yang telah ditorehkan oleh al-Biruni menjadikannya pantas untuk menyandang gelar sebagai ilmuwan Muslim terbesar sepanjang masa.  Bahkan sebagian ahli di Barat sepakat untuk menyebut al-Biruni sebagai ilmuwan terbesar yang pernah ada dalam sejarah dunia.

Penghargaan diberikan bukan saja karena penelitian-penelitiannya yang sangat cermat dan akurat, namun juga karena penguasaannya yang sangat mendalam terhadap berbagai disiplin ilmu secara komprehensif dan fakta bahwa al-Biruni telah meletakkan dasar bagi metode penelitian ilmiah yang tetap digunakan hingga lebih dari seribu tahun setelah masa kehidupannya.

Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains. Karya-karya peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin ilmu sekaligus.  Kitab At-Tafhim li Awa’il Shina’ah At-Tanjim, misalnya, dianggap sebagai karya yang mumpuni di bidang astronomi sekaligus juga sebagai karya besar yang paling terdahulu mengenai ilmu-ilmu matematika.

Selain mendapat pujian dari umat Islam, al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang tinggi oleh bangsa-bangsa Barat.  Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli Indologi yang berada ratusan tahun di depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama memujinya.

Meskipun dipuji sebagai ahli perbandingan agama yang sangat objektif oleh Montgomery Watt dan Arthur Jeffery, al-Biruni tak pernah menggadaikan keimannya. George Sarton dalam bukunya yang berjudul Introduction to the History of Science menyebut masa kehidupan al-Biruni sebagai ‘era al-Biruni’ (The Time of Al-Biruni), sekedar untuk menunjukkan betapa besar dominasi al-Biruni dalam khazanah keilmuan dunia pada masa itu.

Untuk mengenang al-Biruni, para ilmuwan astronomi memiliki caranya sendiri yang sangat unik.  Pada tahun 1970, International Astronomical Union  (IAU) menyematkan nama al-Biruni kepada salah satu kawah di bulan. Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater).

Al-Biruni wafat pada tanggal 3 Rajab 448 H / 13 Desember 1048 M di Kota Ghazna. Saat itu usianya tepat memasuki umur 75 tahun. Ilmuwan besar dari Turmenistan ini pun meninggalkan sejumlah karya yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Comments

Visitor

Online

Related Post